Kisah Motivasi Seorang Dosen Farmasi UNHAS.



Kisah berikut adalah salah satu kisah sebuah motivasi dalam Buku Beliau yang berjudul Universitas Kehidupan. beliau merupakan salah satu dosen Farmasi, di Fakultas Farmasi UNHAS, yang merupakan lulusan dari Toyama university di Jepang bidang Farmakologi lalu sekarang sedang melanjutkan studi Doktoral di Groningen University di Belanda bidang Farmakogenetik. Penuh haru membaca kisah beliau semoga bermanfaat bagi kita semua untuk meraih kesuksesan.

                      "Buat Malu sekolah",
 Cerita menjelang seleksi penerimaan mahasiswa baru

Suatu hari semasa SMU, Wakil Kepala Sekolah Bidang Pendidikan memanggilku ke ruangannya. Ditemani seorang kawan, kami menuju ruangan beliau.Tak kuketahui mengapa beliau tiba-tiba memanggilku. Karena walaupun sering bermasalah dengan pihak sekolah, dekat-dekat ini tak ada masalah ‘besar’ yang aku perbuat. Begitu pikirku.

Memasuki ruangan beliau, kami dipersilakan duduk. Beliau lalu memulai percakapan. “Kamu tahu kenapa saya panggil untuk menghadap?” tanya beliau dengan tegas.
Karena masih bingung, saya pun menjawab, “Maaf Pak saya belum tahu kenapa saya harus menghadap Bapak.”
Beliau kemudian berkata, “Mengenai berkasmu… .”(sambil mengeluarkan berkas nilai-nilai rapor saya).
Saya kemudian berpikir cepat.

 Aha! Ternyata saya dipanggil karena berkas yang kumasukkan untuk ikut seleksi jalur bebas tes di universitas terbaik di Makassar, Universitas Hasanuddin (Unhas).
Tetapi tunggu dulu. Apa yang salah dengan memasukkan berkas? Toh, pada awalnya saya sebenarnya tak mau. Cukup tahu diri bahwa nilai-nilai saya jelek dan tak layak. Tetapi, wali kelas saya yang memaksa memasukkan berkas. Beliau beralasan bahwa walaupun nilai-nilaiku tak sebagus teman yang lain, tetapi secara grafik, nilai- nilaiku menunjukkan tren peningkatan. Menurut beliau, itu menjadi pertimbangan penting. Saya pun melengkapi dan mengumpulkan berkas ke sekolah.

Apa daya, malang tak bisa ditolak. Wakil Kepala Sekolah Bidang Pendidikan tak berpendapat dan memiliki pandangan yang sama dengan guru wali kelasku. Di antara 30-an teman kelas tingkat III yang memasukkan berkas, hanya berkasku yang dipermasalahkan.

Beliau lalu melanjutkan penjelasannya, “Kamu tidak tahu diri ya, kamu tahu nilai-nilai di rapor ini jika dimasukkan ke Unhas untuk ikut seleksi, nilaimu bisa BUAT SEKOLAH JADI MALU !!! Lihat ini, apa ini ranking 22 (merujuk peringkat kelasku di kelas II). Apa ini? Nilai merah!” Nilai merah yang ditunjuk punya cerita sendiri, korban nama kembardi sekolah. Beliau lalu mengembalikan berkasku.

Semasa itu, saya hanyalah remaja berumur 17 tahun yang belum mengerti banyak mengenai citra sekolah yang rupanya bisa tercoreng karena ada siswanya yang memasukkan berkas seleksi ke universitas dengan nilai ‘berantakan’. Yang saya tahu, bahwa saya sadar akan hal itu, tetapi saya hanya mengikuti ‘perintah’ wali kelasku. Tak ada niatan sedikit pun mau menjatuhkan harga diri sekolah karena kebodohanku.

Entahlah. Mengapa saya yang biasanya suka sekali membantah, saat itu tak mampu banyak membela diri. Kata-kata itu terlalu melukaiku. Sangat dalam. Saya pun hanya tertunduk malu. Dengan harga diri terluka, saya meninggalkan ruangan itu.

Ternyata, berita mengenai hal ini tersebar di kalangan guru-guru. Beberapa guru bersimpati. Beberapa lainnya tak acuh. Hingga dua hari kemudian, Guru BP (Bimbingan dan Penyuluhan) memanggilku ke ruangannya. Saya pun mengeluh tertahan. Aduh, ada apa lagi ini?

Tiba di ruangannya, ternyata beliau mencoba membesarkan hatiku. Beliau menawarkan untuk memasukkan berkasku ke IPB, yang saat itu juga membuka lowongan seleksi bebas tes. Saya lalu sangat berterima kasih ke Ibu BP dan dengan mantap saya berkata, “Insya Allah Bu, saya yakin akan lulus Unhas melalui SPMB.”

Perkataan saya ini sekaligus menjadi ikrar untuk menaklukkan ‘monster’ yang bernama SPMB. Maklumlah, saat itu tidak banyak alumni sekolah SMU saya yang mampu menembus Unhas melalui jalur ini. Hal ini saya jadikan tantangan kehidupan. Saya pun belajar dengan kerasnya. Tak peduli siang malam. Try-out SPMB dan kelas- kelas tambahan, semua saya ikuti. Bahkan pada saat itu, jika menemukan contoh soal SPMB di jalan, saya punguti lalu saya kerjakan.

Satu hal yang saya sadari bahwa di meja SPMB, tak ada lagi ranking satu. Tak ada lagi nilai bagus. Semua peserta sederajat di hadapan soal-soal SPMB.

Singkatnya, pada saat pengumuman SPMB, nama saya tercantum di koran dengan kode jurusan pilihan pertama saya. Salah satu jurusan dengan passing grade tertinggi di UNHAS. Sekitar 1.500 peminat dengan daya tampung 50 kursi. Alhamdulillah, ternyata takdir Allah mengatakan, bahwa satu kursi adalah milik saya.

Demikian salah satu kisah beliau, penuh inspiratif dan motivasi. Pelajaran yang bisa di petik dari kisah diatas adalah the power of spirit , kekuatan semangat untuk belajar dengan sungguh-sungguh adalah kunci kesuksesan masa depan.

Untuk kisah lainnya mungkin bisa di baca di buku beliau dengan memesan ke leutikaprio.com. kisah diatas pengantar dari isi buku itu di kolom deskripsi buku nya di web leutikaprio.com.. hehe..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan Dokter-apoteker: Apoteker-dokter Pengalaman.

Kisah Hikmah, Pasar Sentral, Aku dan Ayah (Part Universitas Kehidupan Muh Akbar Bahar)

Dari Kondom hingga Lipitor.